Desa Ubud, Disukai Bule Dihindari Orang Lokal
Jakarta, CNN Indonesia-- DesaUbud di Kabupaten Gianyar, Bali ibarat kahyangan. Letaknya di dataran tinggi. Ubud jadi favorit wisatawan mancanegara karena kontur tanahnya yang berbukit, lokasinya yang terpencil, alamnya yang cantik, cocok untuk menenangkan diri. Ubud juga kaya akan budaya dan gudang kesenian.Namun sayang, Ubud belum populer bagi wisatawan domestik. Ubud yang identik dengan persawahan, dianggap membosankan lantaran kurang menyajikan hiburan. Diterangkan Anak Agung Ari Bramantha dari Departemen Pariwisata Kabupaten Gianyar, 60 persen wisatawan yang datang ke Ubud berasal dari Eropa.Di mata wisatawan domestik, Kuta dan Sanur jauh lebih menarik. Ubud jadi wisata alternatif, bukan utama. Ia hanya diinapi semalam, bahkan kadang cuma dikunjungi seharian. Pariwisata Ubud menyumbang 43 persen Produk Domestik Bruto, tapi kebanyakan dari kantong dan demi kepuasan asing.Tapi lima tahun terakhir, sejak Eropa resesi ekonomi sekitar 2008 wisatawan domestik akhirnya mulai membuka mata terhadap negeri kahyangan itu."Rata-rata kunjungan domestik per tahun 1.200 orang," ujar Ari pada CNN Indonesia, Jumat (28/11). Tahun demi tahun, peningkatan terjadi sekitar 15 persen. Itu lantaran orang lokal mulai sadar, Ubud menyimpan banyak potensi wisata. Ada museum seni, kampung lukis, sampai petualangan dan Monkey Forest.Hanya saja, Ari melihat ada yang berbeda dari kebiasaan berlibur di Ubud, antara wisatawan domestik dan mancanegara. "Kalau domestik sukanya ke tempat-tempat wisata. Kalau orang Eropa biasanya ingin merasakan kehidupan masyarakat lokal," ia menjabarkan.(Baca juga:Menyambangi AkarSeni Masyarakat Bali)Bagaimanapun juga, itu kemajuan untuk pariwisata Ubud. Untuk itu, Ubud pun mulai berbenah. Hotel-hotel tidak hanya ada untuk bule, tetapi juga ramah wisatawan lokal. Begitu pula wisata budaya dan seni, serta kuliner. Tidak hanya ada santapan ala Barat, tetapi juga menyajikan khas Nusantara.Ari menambahkan, infrastrukturUbud pun mulai ditingkatkan."Kita masuk Kawasan Strategi Pariwisata Nasional, jadi ada rencana pembangunan wilayah. Salah satunya, mau membangun kabel PLN bawah tanah," Ari mengatakan. Jalanan Denpasar menuju Ubud yang sempit juga perlu diperhatikan.Hanya saja, Ari tak mau semua pembangunan itu mengenyampingkan tradisi budaya yang sudah dijaga sejak lama. Apalagi Ubud sangat kental akan itu. Arak-arakan sembahyang masih sering ditemui di jalananutama, membuat macet dan menghalangi kendaraan beberapa saat."Untuk itu, sudah ada peraturan daerahnya. Ada soal penataan dan pengendalian usaha sarana pariwisata dan lain-lain," kata Ari menambahkan. Ia ingin, Ubud tak lagi sekadar jadi destinasi sampingan bagi wisatawan lokal.(Baca juga:Menikmati Seni di Lima Museum Ubud)
Komentar
Posting Komentar